Pregnancy and Delivery: The Most Beautiful Thing that Ever Happened To Me
They said labor is an unforgettable moment for all moms out there. Therefore it is our choice to make it an unforgettably painful or an unforgettably beautiful moment.
Suatu hari dikala pemeriksaan rutin kandungan...
Dokter obgyn: Jadi Rin, kamu lahirannya mau apa? (pertanyaan di usia kandungan 8 bulan setelah lihat posisi janin yang malah sungsang)
Me: Saya mau normal dokter (Harrini yang masih menjadi seorang ibu hamil idealis)
Dokternya lalu menjelaskan dengan detail proses kehamilan normal di rumah sakit tersebut yang ternyata harus ke IGD menunggu hingga bukaan 4 baru akan ditangani dan kemungkinan tidak bisa lahiran dengan beliau karena terkendala jadwal.
Jujur, dengan dokter kece ini saya sudah nyaman banget, karena orangnya tegas, to the point, dan selalu memberikan aspirasi positif. Saya orangnya juga ga suka bertele-tele dan hana hini. Sehingga dari awal kehamilan sampai akhirnya nanti lahiran sama beliau tidak mau pindah-pindah, apalagi habis dengerin rekomendasi orang coba dokter ini deh, coba USG disini deh, bla..bla..
Terima kasih sedalam-dalamnya untuk dr. Monica A. Susanti SpOG(K).
Bagi ibu-ibu yang baru kali pertama hamil dan masih bingung mau ke dokter mana, dan agak risih konsul dengan dokter laki-laki, saya saranin ke beliau deh, ga bakal nyesel.
Terlebih di masa Pandemi ini yang bikin ke RS itu makin horror ngeri-ngeri sedap, coba ke RS Siloam Sriwijaya aja. Disana poli obgyn-nya beda ruang sama poli lainnya dengan ukuran ruangan yang cukup luas dan bersih. Jadi terkesan lebih aman dan nyaman untuk dikunjungi.
---
Okay, singkat cerita karena terkendala posisi bayi yang breech presentation (kepala di atas, kaki di bawah), ada satu lilitan tali pusar di area leher, dan pandemi di Indonesia yang tak kunjung usai malah makin menjadi, yang membuat saya ngeri mau masuk IGD. Akhirnya si ibu hamil idealis ini berubah menjadi si ibu hamil yang praktis. Saya maunya lahiran C-Section sesuai saran dokter, dengan dr. Monic, tanggal 16 Juli 2021, pukul 8.00 pagi, di RS Siloam, dengan BPJS.
(lumayan bolak balik pusekesam bawa perut gede buat ngurusin BPJS ini haha)
D-2 operasi saya dan suami booking kamar di RS, lalu setelahnya test swab antigen dengan hasil yang keluar negatif dua jam setelah test. Alhamdulillah.
D-1 operasi kami ditelpon untuk ke RS jam 19.00 malam, untuk masuk ke kamar. Karena fasilitas BPJS saya dari kantor itu kelas II, maka saya dapat sekamar berdua. (Dalam hati bergumam, gapapa cuma dua malam juga ngapain repot-repot mau upgrade yang cuma bisa sampai kelas III yang sama aja masih sekamar berdua.)
D-Day disuruh perawatnya mandi pagi menggunakan sabun steril, shaving sana sini dan mengenakan pakaian operasi. Jam 8 sudah dijemput oleh perawat untuk menuju ruang tindakan. Suami nganterin hingga masuk ruang operasi. Saat itu ada seorang ibu yang berbarengan masuk ruang operasi dengan saya, tetapi beda dokter. Suami pun ketak ketik smartphonenya untuk ngabarin keluarga dan mohon doa untuk kelancaran operasi.
Seinget saya di dalam ruang operasi yang pertama standby adalah mereka yang mengurus segala administrasi, membantu untuk naik ke tempat tidur operasi, pasang selang ini itu. Ruangannya dingin, tapi tidak membuat menggigil seperti kata orang-orang. Mulai detik itu saya sudah pasrah semuanya diserahkan sama Allah dan ahlinya.
Lalu dokter anestesi masuk, saya disuruh duduk dan dia mulai memberi aba-aba mau suntik obat bius, dosis segini dan berapa kali sudah gak inget lagi. Setelah disuntik, lalu rebahan kembali dan mulai hilang rasa, semuanya! mulai dari perut hingga kaki. Oh begini rasanya dibius. Eh kaki kiri hampir melorot tapi tidak berdaya ngangkatnya.
Tidak lama dokter obgynnya pun masuk, saya diajak ngobrol santai oleh mereka untuk mengalihkan kegugupan, terkadang saya yang mendengarkan obrolan mereka sambil tak henti berzikir dalam hati. Yang saya rasakan hanya hawa dingin ruang operasi dan rongga dada yang ditekan kuat-kuat, seperti ada yang mau mengambil sesuatu didalam perut. Takut sekali karena tidak bisa nafas. Baru ini saya takut seperti ini. Disela membuka perut saya, dokter obgyn pun berkata, "nah bener ini terlilit tali pusar!"
"Oeeek oeeeek..." akhirnya terdengarlah tangisan itu, tangisan pertama dari tubuh mungil yang kami nanti-nantikan dan selalu diintip tiap bulan untuk melihat perkembangannya via USG. Oleh dokter, bayi yang baru lahir itu diperliatkan kepada saya. Masih putih pucat terbungkus lanugo.
Oleh dokter spesialis anak, bayinya diangkat dan dibawa ke bassinet khusus bayi sembari dibersihkan. Pandangan saya fokus ke sosok kecil itu, tidak peduli para dokter sedang menjahit dan mempersatukan luka bedah di perut yang masih terbuka. Alhamdulillah ya Allah, akhirnya yang kami impi-impikan kini hadir.
---
Setelah dokter selesai dengan tugasnya, saya pun diantarkan ke ruang tunggu. Masih terbaring dan menunggu satu jam untuk memantau kestabilan tubuh saya dengan mesin dan alat-alat canggih.
1 jam yang rasanya lama sekali, sudah tidak sabar mau melihat bayi.
Rupanya selepas operasi, bayi langsung dibawa ke ruangan bayi untuk diperlihatkan kepada papanya, diperiksa berat badan dan panjang badannya serta evaluasi lainnya.
Sebelum saya diantar lagi ke ruangan rawat inap, diberikan beberapa informasi yang paling penting efek pasca operasi ini adalah mual akut, tetapi kalai bisa sore nanti belajar jalan minimal ke WC dulu. Bingunglah saya, denger-denger cerita dari temen yang sudah C-Section, beberapa hari baru bisa jalan dan harus pakai kateter. Ini kateter saya udah dibuka malah disuruh jalan sendiri ke WC. Apakah sanggup? Kita lihat nanti....
---
Akhirnya, sudah terbaring lagi di tempat tidur semalam di ruang rawat inap. Tidak lama, suamipun datang bersama anak laki-laki kami yang baru lahir. Inilah pertama kali melihat langsung bayi kami yang tampan, putih, lucu dan sehat, MashaAllah. Alhamdulillah ya Allah....rasa syukur tak henti-hentinya kami ucapkan.
Selamat datang kedunia nak. Dunia yang tidak selalu indah, tetapi mama janji akan selalu ada untuk membantu Hafiz menjadi anak yang kuat.
Mual, pusing, keliyengan, mau muntah yang tidak bisa ditahan lagi, efek obat bius. Postnatal bleeding nya juga bukan maen. Seprei darah semua. Ga bisa pakai baju sendiri. Udah bodo amatlah sama penampilan. Untung pandemi jadi ga ada yang boleh ngunjungin. Tapi setiap menoleh ke arah dekapan tangan yang sedang memeluk bayi, lihat tubuh mungil lagi tidur nyenyak, semua rasa tidak enak itu hilang seketika. Bayi cuma lepas dari dekapan itu pada saat dia mandi pagi dan sore.
Sorenya sesuai anjuran dokter, saya pun dengan tertatih belajar jalan ke kamar mandi. Dibantu suami yang meganging tiang infusnya, beberapa langkah yang amat berat rupanya. Setiba di kamar mandi langsung muntah lagi. Tapi setidaknya sudah bisa jalan.
Terima kasih dokter, terima kasih suami, terima kasih mama, tante dan semuanya yang sudah membantu dan repot-repot menanti buah hati kami untuk lahir.
Malam itu adalah malam paling indah karena pertama kalinya memeluk erat buah hati yang selalu dinanti. Sepanjang malam tidak tidur ngeliatin wajah bayi ini. Mirip siapa ya?
---
C-section menggunakan metode ERACS banyak sekali nilai plusnya, dimasa pandemi ini terutama. Pagi operasi, siang sudah bisa jalan, besok sudah disuruh pulang.
.
.
.
Akhirnya ada waktu buat share pengalaman yang tak terlupakan seumur hidup.
Semakin sedikit waktu luang untuk menulis.
Comments
Post a Comment